Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Istilah kedudukan dan fungsi tentunya
sering kita dengar, bahkan pernah kita pakai. Misalnya dalam kalimat “Bagaimana
kedudukan dia sekarang?”, “Apa fungsi baut yang Saudara pasang pada mesin
ini?”, dan sebagainya. Kalau kita pernah memakai kedua istilah itu tentunya
secara tersirat kita sudah mengerti maknanya. Hal ini terbukti bahwa kita tidak
pernah salah pakai menggunakan kedua istilah itu. Kalau demikian halnya, apa
sebenarnya pengertian kedudukan dan fungsi bahasa? Samakah dengan pengertian
yang pernah kita pakai?
Kita tahu bahwa bahasa
sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara terlisan maupun tertulis.
Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan
nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di
dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia
selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota
suku maupun anggota bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka
ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan
fungsi tertentu.
Kedudukan dan fungsi
bahasa yang dipakai oleh pemakainya (baca: masyarakat bahasa) perlu dirumuskan
secara eksplisit, sebab kejelasan ‘label’ yang diberikan akan mempengaruhi masa
depan bahasa yang bersangkutan. Pemakainya akan menyikapinya secara jelas
terhadapnya. Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan ‘label’ yang dikenakan
padanya.
Di pihak lain, bagi
masyarakat yang dwi bahasa (dwilingual), akan dapat ‘memilah-milahkan’ sikap
dan pemakaian kedua atau lebih bahasa yang digunakannya. Mereka tidak akan
memakai secara sembarangan. Mereka bisa mengetahui kapan dan
dalam situasi apa bahasa yang satu dipakai, dan kapan dan
dalam situasi apa pula bahasa yang lainnya dipakai. Dengan demikian
perkembangan bahasa (-bahasa) itu akan menjadi terarah. Pemakainya akan
berusaha mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa yang telah disepakatinya
dengan, antara lain, menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang ‘masuk’ ke
dalamnya. Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya akan diterima, sedangkan
unsur-unsur yang dianggap merugikannya akan ditolak.
Sehubungan dengan itulah
maka perlu adanya aturan untuk menentukan kapan, misalnya, suatu unsur lain
yang mempengaruhinya layak diterima, dan kapan seharusnya ditolak. Semuanya itu
dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah yang bersangkutan. Di negara
kita itu disebutPolitik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan nasional
yang berisi perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai
sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah bahasa.
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan
membahas tentang
1. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Sebagai Bahasa Nasional
2. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Sebagai Bahasa Negara atau Bahasa Resmi
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini selain
merupakan salah satu tugas mata kuliah bahasa Indonesia, juga agar
1.
Mahasiswa mengetahui kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional
2.
Mahasiswa mengetahui kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa
resmi atau bahasa negara
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Janganlah sekali-kali
disangka bahwa berhasilnya bangsa Indonesia mempunyai bahasa Indonesia ini
bagaikan anak kecil yang menemukan kelereng di tengah jalan. Kehadiran
bahasaIndonesia mengikuti perjalanan sejarah yang panjang. (Untuk
meyakinkan pernyataan ini, silahkan dipahami sekali lagiSejarah Perkembangan
Bahasa Indonesia.) Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial masuk ke bumi
Nusantara, dengan bukti-bukti prasasti yang ada, misalnya yang didapatkan di
Bukit Talang Tuwo dan Karang Brahi serta batu nisan di Aceh, sampai dengan
tercetusnya inpirasi persatuan pemuda-pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober
1928 yang konsepa aslinya berbunyi:
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe berbangsa
satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan
poeteri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa
persatoean,
Bahasa Indonesia.
Dari ketiga butir di atas
yang paling menjadi perhatian pengamat (baca: sosiolog) adalah butir ketiga.
Butir ketiga itulah yang dianggap sesuati yang luar biasa. Dikatakan demikian,
sebab negara-negara lain, khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk membuat
hal yang sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi dengan bentrokan
sana-sini. Oleh pemuda kita, kejadian itu dilakukan tanpa hambatan sedikit pun,
sebab semuanya telah mempunyai kebulatan tekad yang sama. Kita patut bersyukur
dan angkat topi kepada mereka.
Kita tahu bahwa saat itu,
sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu dipakai sebagai lingua
franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi sudah
berabad-abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu, masyarakat
kita sama sekali tidak merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di balik itu,
mereka telah menyadari bahwa bahasa daerahnya tidak mungkin dapat dipakai
sebagai alat perhubungan antar suku, sebab yang diajak komunikasi juga
mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu yang dipakai
sebagai lingua franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi
bahasa daerah. Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap
berkembang. Kesadaran masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya
yang mendukung lancarnya inspirasi sakti di atas.
Apakah ada bedanya bahasa
Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa Indonesia pada tanggal 28
Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun kosakata jelas
tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa
barunya. Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih bersifat
kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat dan
jiwa bahsa Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat
itulah, bahasa Melayu yang berjiwa semangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.
“Hasil Perumusan Seminar
Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28
Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional,
(2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat
yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan (4) alat
perhubungan antarbudaya antardaerah.
Sebagai lambang
kebanggaan nasional, bahasa Indonesia ‘memancarkan’ nilai-nilai sosial budaya
luhur bangsaIndonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsaIndonesia,
kita harus bangga dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita harus
mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita terhadap
bahasa Indonesia, kita harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu,
dan acuh tak acuh. Kita harus bngga memakainya dengan memelihara dan
mengembangkannya.
Sebagai lambang identitas
nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa Indonesia. Ini
beratri, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat,
perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang
demikian itu, maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita
tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan
gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.
Dengan fungsi yang ketiga
memungkinkan masyarakatIndonesia yang beragam latar belakang sosial budaya
dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan,
cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia
merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing dan tidak
merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya
kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasaIndonesia, identitas suku dan
nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa daerah
masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak
bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya
khazanah bahasa Indonesia.
Dengan fungsi keempat,
bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi dengan seseorang yang berasal
dari suku lain yang berlatar belakang bahasa berbeda, mungkinkah kita dapat
bertukar pikiran dan saling memberikan informasi? Bagaimana cara kita
seandainya kita tersesat jalan di daerah yang masyarakatnya tidak mengenal
bahasaIndonesia? Bahasa Indonesialah yang dapat menanggulangi semuanya itu.
Dengan bahasa Indonesia kita dapat saling berhubungan untuk segala
aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang
berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan
kemanan (disingkat: ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan kepada
warganya. Akhirnya, apabila arus informasi antarkita meningkat berarti akan
mempercepat peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat
berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.
B.
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Negara/Resmi
Sebagaimana kedudukannya
sebagai bhasa nasional, bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi pun
mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Hal ini terbukti pada uraian
berikut.
Secara resmi adanya
bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Ini tidak
berarti sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan yang tidak langsung dari
bahasa Melayu. Dikatakan demikian, sebab pada waktu itu bahasa Melayu masih
juga digunakan dalam lapangan atau ranah pemakaian yang berbeda. Bahasa Melayu
digunakan sebagai bahasa resmi kedua oleh pemerintah jajahan Hindia Belanda,
sedangkan bahasa Indonesia
digunakan di luar situasi pemerintahan tersebut oleh pemerintah yang
mendambakan persatuan Indonesia dan yang menginginkan kemerdekaan Indonesia.
Demikianlah, pada saat itu terjadi dualisme pemakaian bahasa yang sama
tubuhnya, tetapi berbeda jiwanya: jiwa kolonial dan jiwa nasional.
Secara terperinci
perbedaan lapangan atau ranah pemakaian antara kedua bahasa itu terlihat pada
perbandingan berikut ini.
Bahasa Melayu:
|
Bahasa Indonesia:
|
a. Bahasa resmi kedua di samping bahasa
Belanda, terutama untuk tingkat yang dianggap rendah.
b. Bahasa yang diajarkan di
sekolah-sekolah yang didirikan atau menurut sistem pemerintah Hindia Belanda.
c. Penerbitan-penerbitan yang dikelola
oleh jawatan pemerintah Hindia Belanda.
|
a. Bahasa yang digunakan dalam gerakan
kebangsaan untuk mencapai kemerdekaanIndonesia.
b. Bahasa yang digunakan dalam penerbitan-penerbitan
yang bertuju-an untuk mewujudkan cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesiabaik berupa:
1) bahasa pers,
2) bahasa dalam hasil sastra.
|
Kondisi di atas
berlangsung sampai tahun 1945. Bersamaan dengan diproklamasikannya kemerdekaanIndonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, diangkat
pulalah bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Hal itu dinyatakan dalam Uud
1945, Bab XV, Pasal 36. Pemilihan bahasa sebagai bahasa negara bukanlah
pekerjaan yang mudah dilakukan. Terlalu banyak hal yang harus dipertimbangkan.
Salah timbang akan mengakibatkan tidak stabilnya suatu negara. Sebagai contoh
konkret, negara tetangga kita Malaysia, Singapura, Filipina, dan India, masih
tetap menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di negaranya, walaupun
sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjadikan bahasanya sendiri sebagai
bahasa resmi.
Hal-hal yang merupakan
penentu keberhasilan pemilihan suatu bahasa sebagai bahasa negara apabila (1)
bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar penduduk negara itu,
(2) secara geografis, bahasa tersebut lebih menyeluruh penyebarannya, dan (3)
bahasa tersebut diterima oleh seluruh penduduk negara itu. Bahasa-bahasa yang
terdapat di Malaysia, Singapura,
Filipina, dan India tidak mempunyai ketiga faktor di atas,
terutama faktor yang nomor (3). Masyarakat multilingual yang terdapat di negara
itu saling ingin mencalonkan bahasa daerahnya sebagai bahasa negara. Mereka
saling menolak untuk menerima bahasa daerah lain sebagai bahasa resmi
kenegaraan. Tidak demikian halnya dengan negara Indonesia. Ketig faktor di atas sudah
dimiliki bahasa Indonesia sejak tahun 1928. Bahkan, tidak hanya itu. Sebelumnya
bahasa Indonesia sudah menjalankan tugasnya sebagai
bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsaIndonesia. Dengan demikian, hal yang
dianggap berat bagi negara-negara lain, bagi kita tidak merupakan persoalan.
Oleh sebab itu, kita patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar ini.
Dalam “Hasil Perumusan
Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal
25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa
negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai
1. bahasa resmi kenegaraan,
2. bahasa pengantar resmi di
lembaga-lembaga pendidikan,
3. bahasa resmi di dalam perhubungan
pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan
4. bahasa resmi di dalam pengembangan
kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Keempat fungsi itu harus
dilaksanakan, sebab minimal empat fungsi itulah memang sebagai ciri penanda
bahwa suatu bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa negara.
Pemakaian pertama yang
membuktikan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaran ialah
digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945.
Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan
kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.
Keputusan-keputusan,
dokumen-dokumen, dan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan
lembaga-lembaganya dituliskan di dalam bahasa Indonesia.
Pidato-pidato atas nama pemerintah atau dalam rangka menuanaikan tugas
pemerintahan diucapkan dan dituliskan dalam bahasaIndonesia. Sehubungan dengan
ini kita patut bangga terhadap presiden kita, Soeharto yang selalu menggunakan
bahasa Indonesia dalam situsi apa dan kapan pun selama beliau mengatasnamakan
kepala negara atau pemerintah. Bagaimana dengan kita?
Sebagai bahasa resmi,
bahasa Indonesia dipakai sebagai bhasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan
mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Hanya saja untuk
kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan rendah yang anak didiknya hanya
menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa pengantar bahasa
daerah anak didik yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai kelas tiga
Sekolah Dasar.
Sebagai konsekuensi
pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan
tersebut, maka materi pelajaran ynag berbentuk media cetak hendaknya juga
berbahasa Indonesia. Hal ini
dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau
menyusunnya sendiri. Apabila hal ini dilakukan, sangatlah membantu peningkatan
perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi
(iptek). Mungkin pada saat mendatang bahasa Indonesia berkembang sebagai bahasa
iptek yang sejajar dengan bahasa Inggris.
Sebagai fungsinya di
dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, bahasa Indonesia dipakai dalam
hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat.
Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan
mutu media komunikasi massa.
Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang
disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh orang kedua (baca:
masyarakat).
Akhirnya, sebagai fungsi
pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi, bahasa Indonesia terasa
sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang berasal dari
masyarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah
mungkin dapat disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa lain selain bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari
Bali mengajarkan menari Bali kepada orang Jawa, Sunda, dan Bugis dengan bahasa Bali? Tidak mungkin! Hal ini juga
berlaku dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan
pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku
pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain,
hendaknya menggunakn bahasa Indonesia.
Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa
ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan
tinggi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahasa sebagai alat
komunikasi lingual manusia, baik secara terlisan maupun tertulis. Ini adalah
fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai
sosial.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai lambang kebanggaan nasional, lambang identitas nasional, alat
perhubungan, dan alat pemersatu. Dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi kenegaraan,
bahasa Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan itu
sendiri, melainkan sebagai bahasa pengantar pendidikan, perhubungan nasional,
dan pembangunan kebudayaan.
Perbedaan bahasa nasional
dengan bahasa resmi Negara adalah seseorang
menggunakan bahasa Indonesia sebagai penghubung antarsuku, karena dia berbangsa
Indonesia yang menetap di wilayah Indonesia; sedangkan seseorang menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, karena dia sebagai warga negara
Indonesia yang menjalankan tugas-tugas ‘pembangunan’ Indonesia.
B.
Saran
Saran
kami untuk semua pembaca agar tetap mempertahankan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional yang merupakan kekayaan yang bernilai tinggi serta alat
pemersatu bangsa Indonesia dengan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari
– hari. Semoga makalah
ini bias bermanfaat buat kita semuanya dan bisa dijadikan sebagai bahan bacaan
kita untuk mengetahui fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
1 komentar:
Ditunggu komentarnya..
Posting Komentar