BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Siapa yang tidak kenal dengan Pancasila dan Soekarno sebagai
penggalinya? Pada tanggal 1 Juni 1945 untuk pertama kalinya Bung Karno
mengucapkan pidatonya di depan sidang rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan.
Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan
pemersatu bangsa Indonesia
yang majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan
negara Indonesia?
Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas keberadaan
bangsa Indonesia
seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan
budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus
dipersatukan.
Sejarah Pancasila adalah bagian dari sejarah inti negara Indonesia.
Sehingga tidak heran bagi sebagian rakyat Indonesia, Pancasila dianggap
sebagai sesuatu yang sakral yang harus kita hafalkan dan mematuhi apa yang
diatur di dalamnya. Ada
pula sebagian pihak yang sudah hampir tidak mempedulikan lagi semua
aturan-aturan yang dimiliki oleh Pancasila. Namun, di lain pihak muncul
orang-orang yang tidak sepihak atau menolak akan adanya Pancasila sebagai dasar
negara Indonesia.
Mungkin kita masih ingat dengan kasus kudeta Partai Komunis Indonesia yang
menginginkan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi Komunis. Juga kasus
kudeta DI/TII yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan mendirikan sebuah
negara Islam. Atau kasus yang masih hangat di telinga kita masalah
pemberontakan tentara GAM.
Jika kita melihat semua kejadian di atas, kejadian-kejadian
itu bersumber pada perbedaan dan ketidakcocokan ideologi Pancasila sebagai
ideologi negara Indonesia
dengan ideologi yang mereka anut. Dengan kata lain mereka yang melakukan kudeta
atas dasar keyakinan akan prinsip yang mereka anut adalah yang paling baik,
khususnya bagi orang-orang yang berlatar belakang prinsip agama.
Berdasarkan Latar Belakang permasalahan tersebut, penulis
tertarik untuk menulis makalah yang berjudul “PANCASILA VS AGAMA”.
Masalah pokok yang hendak dikemukakan di sini adalah
kenyataan bahwa Pancasila tidak merupakan paham yang lengkap, juga tidak
merupakan kesatuan yang bulat. Kelengkapannya bergantung pada pemikiran lain
yang dijabarkan ke dalam Pancasila; dan kesatuan bulatnya juga demikian. Dalam
rangka ini, paham agama bisa pula masuk.
Dari
latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.
Apakah Pancasila masih cocok menjadi ideologi yang dianut oleh bangsa Indonesia yang
terdapat beragam kepercayaan (agama).
2.
Apakah dengan terus menjadikan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia,
dapat menuju negara yang aman dan stabil.
C.
Tujuan dan Kegunaan Penulisan Makalah
1.
Tujuan Penulisan Makalah
a.
Untuk mengetahui sejauh mana Pancasila cocok dengan agama.
b.
Untuk mengetahui arti penting dari adanya Pancasila di negara Indonesia.
c.
Untuk mengetahui bagaimana seharusnya negara yang memiliki masyarakat yang
beragam agama.
2.
Kegunaan Penulisan Makalah
a.
Bagi Penulis
Penulisan
makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata
kuliah Pancasila.
b.
Bagi pihak lain
Makalah
ini diharapkan dapat menambah referensi pustaka yang berhubungan antara
Pancasila dengan Agama.
D.
Pembatasan Masalah
1.
Penulisan makalah ini dibatasi pemasalahannya yaitu hanya membahas sangkut paut
agama dengan Pancasila.
2.
Agama yang menjadi objek utama dalam penulisan makalah ini adalah Agama yang
ada di Indonesia
(Islam, dll).
BAB II
METODE
PENULISAN
A.
OBJEK PENULISAN
Objek penulisan makalah ini adalah mengenai Pancasila dan
hubungannya dengan gama-agama yang ada di Indonesia. Dalam makalah ini juga
dibahas mengenai kontroversi penerapan ideologi pancasila di Indonesia.
B.
DASAR PEMILIHAN OBJEK
Kami sebagai penyusun makalah ini, memilih objek Pancasila
dengan Agama karena kedua hal ini adalah dua komponen negara Indonesia yang
masing-masing mempunyai pengaruh yang sangat kuat bagi para penganutnya. Jika
terjadi ketidakserasian antara dua komponen ini, maka akan terjadi suatu yang
sulit untuk diselesaikan.
C.
METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang
digunakan adalah kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai
dengan permasalahan yang diangkat dalam makalah ini yaitu mengenai hubungan
Pancasila dengan agama. Disamping itu, penulis juga mendapatkan data dari hasil
wawancara dengan orang-orang yang berkompeten di bidang pancasila dan agama.
Sebagai referensi juga diperoleh dari situs web internet yang membahas mengenai
falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia.
D.
METODE ANALISIS
Penyusunan makalah ini berdasarkan metode deskriptif
analistis, yaitu mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yanag
ada, menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya,
serta mencari alternatif pemecahan masalah
BAB
III
KEBERADAAN
PANCASILA
DAN
SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
A. ARTI
PENTING KEBERADAAN PANCASILA
Pancasila sebagai dasar negara memang sudah final. Menggugat
Pancasila hanya akan membawa ketidakpastian baru. Bukan tidak mungkin akan
timbul chaos (kesalahan) yang memecah-belah eksistensi negara kesatuan.
Akhirnya Indonesia
akan tercecer menjadi negara-negara kecil yang berbasis agama dan suku. Untuk
menghindarinya maka penerapan hukum-hukum agama (juga hukum-hukum adat) dalam
sistem hukum negara menjadi urgen untuk diterapkan. Sejarah Indonesia yang
awalnya merupakan kumpulan Kerajaan yang berbasis agama dan suku memperkuat
kebutuhan akan hal ini. Pancasila yang diperjuangkan untuk mengikat agama-agama
dan suku-suku itu harus tetap mengakui jati diri dan ciri khas yang dimiliki
setiap agama dan suku.
B. SILA
KETUHANAN YANG MAHA ESA
Sebagai negara yang bermayoritas penduduk agama islam,
Pancasila sendiri yang sebagai dasar negara Indonesia tidak bisa lepas dari
pengaruh agama yang tertuang dalam sila pertama yang berbunyi sila “Ketuhanan
yang Maha Esa”. yang pada awalnya berbunyi “… dengan kewajiban
menjalankan syariat islam bagi pemeluknya” yang sejak saat itu dikenal
sebagai Piagam Jakarta.
Namun dua ormas Islam terbesar saat itu dan masih bertahan
sampai sekarang yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menentang penerapan
Piagam Jakarta tersebut, karena dua ormas Islam tersebut menyadari bahwa jika
penerapan syariat Islam diterapkan secara tidak langsung namun pasti akan
menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dan secara “fair” hal tersebut dapat
memojokkan umat beragama lain. Yang lebih buruk lagi adalah dapat memicu
disintegrasi bangsa terutama bagi provinsi yang mayoritas beragama nonislam.
Karena itulah sampai detik ini bunyi sila pertama adalah “ketuhanan yang maha
esa” yang berarti bahwa Pancasila mengakui dan menyakralkan keberadaan Agama,
tidak hanya Islam namun termasuk juga Kristen, Katolik, Budha dan Hindu sebagai
agama resmi negara pada saat itu.
C.
BUTIR-BUTIR PANCASILA SILA PERTAMA
Atas perubahan bunyi sila pertama menjadi Ketuhanan yang Maha
Esa membuat para pemeluk agama lain di luar islam merasa puas dan merasa
dihargai.
Searah dengan perkembangan, sila Ketuhanan yang Maha Esa
dapat dijabarkan dalam beberapa point penting atau biasa disebut dengan
butir-butir Pancasila. Diantaranya:
-
Bangsa Indonesia
menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
-
Manusia Indonesia
percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
-
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk agama
dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
-
Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
-
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
-
Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
-
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.
Dari butir-butir tersebut dapat dipahami bahwa setiap rakyat Indonesia wajib
memeluk satu agama yang diyakini. Tidak ada pemaksaan dan saling toleransi
antara agama yang satu dengan agama yang lain.
BAB
IV
BENTUK
KOLABORASI PANCASILA DENGAN AGAMA
· IDEOLOGI PANCASILA
SEBAGAI PILIHAN
Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia
menjadi sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Kenyataan ini menuntut adanya
kesadaran dari setiap pemeluk agama untuk menjaga keharmonisan hubungan di
antara mereka.
Semua pemeluk agama memang harus mawas diri. Yang harus
disadari adalah bahwa mereka hidup dalam sebuah masyarakat dengan keyakinan
agama yang beragam. Dengan demikian, semestinya tak ada satu kelompok pemeluk
agama yang mau menang sendiri.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa di Indonesia
terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat hingga berbagai macam agama
dan aliran kepercayaan. Dengan kondisi sosiokultur yang begitu heterogen
dibutuhkan sebuah ideologi yang netral namun dapat mengayomi berbagai keragaman
yang ada di Indonesia.
Karena itu dipilihlah Pancasila sebagai dasar negara. Namun
saat ini yang menjadi permasalahan adalah bunyi dan butir pada sila pertama.
Sedangkan sejauh ini tidak ada pihak manapun yang secara terang-terangan
menentang bunyi dan butir pada sila kedua hingga ke lima. Namun ada ormas-ormas yang
terang-terangan menolak isi dari Pancasila tersebut.
Akibat maraknya parpol dan ormas Islam yang tidak mengakui
keberadaan Pancasila dengan menjual nama Syariat islam dapat mengakibatkan
disintegrasi bangsa. Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia yang cinta atas keutuhan
NKRI maka banyak dari mereka yang mengatasnamakan diri mereka Islam
Pancasilais, atau Islam Nasionalis.
Konsep negara Pancasila adalah konsep negara agama-agama.
Konsep negara yang menjamin setiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya
secara utuh, penuh dan sempurna. Negara Pancasila bukanlah negara agama, bukan
pula negara sekuler apalagi negara atheis. Sebuah negara yang tidak tunduk pada
salah satu agama, tidak pula memperkenankan pemisahan negara dari agama,
apalagi sampai mengakui tidak tunduk pada agama manapun. Negara Pancasila
mendorong dan memfasilitasi semua penduduk untuk tunduk pada agamanya.
Penerapan hukum-hukum agama secara utuh dalam negara Pancasila adalah
dimungkinkan. Semangat pluralisme dan ketuhanan yang dikandung Pancasila telah
siap mengadopsi kemungkinan itu. Tak perlu ada ketakutan ataupun kecemburuan
apapun, karena hukum-hukum agama hanya berlaku pada pemeluknya. Penerapan
konsep negara agama-agama akan menghapus superioritas satu agama atas agama
lainnya. Tak ada lagi asumsi mayoritas – minoritas. Bahkan pemeluk agama dapat
hidup berdampingan secara damai dan sederajat. Adopsi hukum-hukum agama dalam
negara Pancasila akan menjamin kelestarian dasar negara Pancasila, prinsip
Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
Pikirkan jika suatu kebenaran, kesalahan maupun etika moral
ditentukan oleh sebuah definisi sebuah agama dalam hal ini agama Islam.
Sedangkan ketika anda terlibat didalamnya anda adalah seseorang yang memeluk
agama diluar Islam! Apakah yang anda pikirkan dan bagai mana perasaan di hati
anda ketika sebuah kebenaran dan moralitas pada hati nurani anda ditentukan
oleh agama lain yang bukan anda anut?
Sekarang di beberapa provinsi telah terjadi, dengan alasan
moral dan budaya maka diterapkanlah aturan tersebut. Sebagai contoh, kini di
sebuah provinsi semua wanita harus menggunakan jilbab. Mungkin bagi sebagian
kecil orang yang tinggal di Indonesia
merupakan keindahan namun bagai mana dengan budaya yang selama ini telah ada?
Jangankan di tanah Papua, pakaian Kebaya pun artinya dilarang dipakai olah putri
daerah. Bukankah ini merupakan pengkhianatan terhadap kebinekaan bangsa
Indonesia yang begitu heterogen. Jika anda masih ragu, silakan lihat apa yang
terjadi di Saudi Arabia dengan aliran Salafy Wahabinya. Tidak ada pemilu, tidak
ada kesetaraan gender dan lihat betapa tersisihnya kaum wanita dan penganut
agama minoritas di sana. Jika memang anda cinta dengan Adat, Budaya dan
Toleransi umat beragama di Indonesia dukung dan jagalah kesucian Pancasila
sebagai ideologi pemersatu bangsa.
· KONTROVERSI PANCASILA
Sebagai
dasar negara RI, Pancasila juga bukanlah perahan murni dari nilai-nilai yang
berkembang di masyarakat Indonesia. Karena ternyata, sila-sila dalam Pancasila,
sama persis dengan asas Zionisme dan Freemasonry. Seperti Monoteisme (Ketuhanan
YME), Nasionalisme (Kebangsaan), Humanisme (Kemanusiaan yang adil dan beradab),
Demokrasi (Musyawarah), dan Sosialisme (Keadilan Sosial). Tegasnya, Bung Karno,
Yamin, dan Soepomo mengadopsi (baca: memaksakan) asas Zionis dan Freemasonry
untuk diterapkan di Indonesia.
Selain
alasan di atas, agama-agama yang berlaku di Indonesia tidak hanya Islam, tetapi
ada Kristen Protestan dan Katolik, Hindu, Budha, bahkan Konghucu. Kesemua agama
itu, menganut paham atau konsep bertuhan banyak, bahkan pengikut animisme.
Hanya agama Islam saja yang memiliki konsep Berketuhanan YME (Allahu Ahad).
Pada
masa pra kemerdekaan tatanan sosial masyarakat di Nusantara, kebanyakan terdiri
dari Kerajaan-kerajaan Hindu. Dari sistem monarkis seperti ini, belum dikenal
konsep musyawarah untuk mufakat; tetapi yang berlaku adalah sabda pandita ratu.
Rakyat harus tunduk dan patuh pada titah sang raja tanpa reserve. Sekaligus,
minus demokrasi, karena kedudukan raja diwarisi turun temurun. Kala itu, tidak
ada persatuan. Perpecahan, perebutan kekuasaan dan wilayah, selalu mengundang
pertumpahan darah.
Sejak
awal, Pancasila agaknya tidak dimaksudkan sebagai alat pemersatu, apalagi untuk
mengakomodir ke-Bhinekaan yang menjadi ciri bangsa Indonesia. Tetapi untuk
menjegal peluang berlakunya Syari’at Islam. Para nasionalis sekuler, terutama
Non Muslim, hingga kini menjadikan Pancasila sebagai senjata ampuh untuk
menjegal Syariat Islam, meski konsep Ketuhanan yang terdapat dalam Pancasila
berbeda dengan konsep bertuhan banyak yang mereka anut. Mereka lebih sibuk
menyerimpung orang Islam yang mau menjalankan Syariat agamanya, ketimbang
dengan gigih memperjuangkan haknya dalam menjalankan ibadah dan menerapkan
ketentuan agamanya. Bagaimana toleransi bisa dibangun di atas konstruksi
filsafat yang menghasilkan anarkisme ideologi seperti ini?
Pancasila,
sudah kian terbukti, cuma sekadar alat politisi busuk yang anti Islam, namun
mengatasnamakan ke-Bhinekaan. Padahal, bukan hanya Indonesia yang masyarakatnya
multietnis, multi kultural, dan multi agama. Di Amerika Serikat, untuk
mempertahankan ke-Bhinekaannya mereka tidak perlu Pancasila, begitu pun negara
jiran Malaysia. Nyatanya, mereka justru lebih maju dari Indonesia.
Kenyataan
ini, betapapun pahitnya haruslah diakui secara jujur. Sayangnya, sejumlah
pejabat dan mantan pejabat di negeri ini, belum juga siuman dari mimpinya
tentang kemanusiaan yang adil dan beradab, sebagaimana sila kedua Pancasila.
Sedang sejarah membuktikan, apa yang dilakukan rezim penguasa selama 60 tahun
Indonesia merdeka, justru penindasan terhadap kemanusiaan.
Dalam
memperingati hari lahir Pancasila, 4 Juni 2006, di Bandung, muncul sejumlah
tokoh nasional berupaya memperalat isu Pancasila untuk kepentingan zionisme.
Celakanya, mereka menggunakan cara yang tidak cerdas dan manipulatif. Dengan
berlandaskan asas Bhineka Tunggal Ika, mereka memosisikan agama seolah-olah
perampas hak dan kemerdekaan bangsa Indonesia. Segala hal yang berkaitan dengan
agama dianggap membelenggu kebebasan. Kebencian pada agama, pada gilirannya,
menyebabkan parameter kebenaran porak-poranda, kemungkaran akhlak merajalela.
Kesyirikan, aliran sesat, dan perilaku menyesatkan membawa epidemi kerusakan
dan juga bencana.
Anehnya,
peristiwa bencana gempa bumi yang menewaskan lebih dari 6000 jiwa di Jogjakata,
27 Mei 2006, malah yang disalahkan Islam dan umat Islam. Seorang paranormal
mengatakan,”Bencana gempa di Jogjakarta, terjadi akibat pendukung RUU APP yang
kian anarkis.” Lalu, pembakaran kantor Bupati Tuban, cap jempol atau silang
darah di Jatim, yang dilakukan anggota PKB dan PDIP, dan menyatroni aktivis
FPI, Majelis Mujahidin, dan Hizbut Tahrir. Apakah bukan tindakan anarkis?
Jangan lupa, Bupati Bantul, Idham Samawi, yang daerahnya paling banyak korban
gempa bumi berasal dari PDIP.
Tidak
itu saja. Upaya penyeragaman budaya, maupun moral atas nama agama, juga
dikritik pedas. “Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan awal bangsa Indonesia
harus dipertahankan. Masyarakat Indonesia beraneka ragam, sehingga tindakan
menyeragamkan budaya itu tidak dibenarkan,” kata Megawati. Penyeragaman yang
dimaksud, sebagaimana dikatakan Akbar Tanjung,”Keberagaman itu tidak dirusak
dengan memaksakan kehendak. Pihak yang merongrong Bhineka, adalah
kekuatan-kekuatan yang ingin menyeragamkan.”
Padahal,
justru Bung Karno pula orang pertama yang mengkhianati Pancasila. Dengan
memaksakan kehendak, ia berusaha menyeragamkan ideologi, budaya, dan seni.
Ideologi NASAKOM (Nasionalisme, agama, dan komunis) dipaksakan berlaku secara
despotis. Demikian pula, seni yang boleh dipertunjukkan hanya seni gaya Lekra.
Sementara yang berjiwa keagamaan dinyatakan sebagai musuh revolusi. Begitu pun
Soeharto, berusaha menyeragamkan ideologi melalui asas tunggal Pancasila.
Hasilnya, kehancuran.
· PEMAHAMAN DAN
PELANGGARAN TERHADAP PANCASILA SAAT INI
Ideologi Pancasila merupakan dasar negara yang mengakui dan
mengagungkan keberadaan agama dalam pemerintahan. Sehingga kita sebagai warga
negara Indonesia tidak perlu meragukan konsistensi atas Ideologi Pancasila
terhadap agama. Tidak perlu berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan
ideologi berbasis agama dengan alasan bahwa ideologi Pancasila bukan ideologi
beragama. Ideologi Pancasila adalah ideologi beragama.
Sesama umat beragama seharusnya kita saling tolong menolong.
Tidak perlu melakukan permusuhan ataupun diskriminasi terhadap umat yang
berbeda agama, berbeda keyakinan maupun berbeda adat istiadat.
Hanya karena merasa berasal dari agama mayoritas tidak
seharusnya kita merendahkan umat yang berbeda agama ataupun membuat aturan yang
secara langsung dan tidak langsung memaksakan aturan agama yang dianut atau
standar agama tertentu kepada pemeluk agama lainya dengan dalih moralitas.
Hendaknya kita tidak menggunakan standar sebuah agama
tertentu untuk dijadikan tolak ukur nilai moralitas bangsa Indonesia.
Sesungguhnya tidak ada agama yang salah dan mengajarkan permusuhan.
Agama yang diakui di Indonesia ada 5, yaitu Islam, Kristen,
Katolik, Budha dan Hindu.
Sebuah kesalahan fatal bila menjadikan salah satu agama
sebagai standar tolak ukur benar salah dan moralitas bangsa. Karena akan
terjadi chaos dan timbul gesekan antar agama. kalaupun penggunaan dasar agama
haruslah mengakomodir standar dari Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu
bukan berdasarkan salah satu agama entah agama mayoritas ataupun minoritas.
BAB
V
KESIMPULAN,
IMPLIKASI DAN SARAN
· KESIMPULAN
Berdasarkan
latar belakang, pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pancasila
adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia yang
terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa. Sehingga jika ideologi
Pancasila diganti oleh ideologi yang berlatar belakang agama, akan terjadi
ketidaknyamanan bagi rakyat yang memeluk agama di luar agama yang dijadikan
ideologi negara tersebut.
Dengan
mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika melaksanakannya
dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan sejahtera pasti
akan terwujud.
· IMPLIKASI
Untuk
semakin memperkokoh rasa bangga terhadap Pancasila, maka perlu adanya
peningkatan pengamalan butir-butir Pancasila khususnya sila ke-1. Salah satunya
dengan saling menghargai antar umat beragama.
Untuk
menjadi sebuah negara Pancasila yang nyaman bagi rakyatnya, diperlukan adanya
jaminan keamanan dan kesejahteraan setiap masyarakat yang ada di dalamnya.
Khususnya jaminan keamanan dalam melaksanakan kegiatan beribadah.
· SARAN
Untuk
mengembangkan nilai-nilai Pancasila dan memadukannya dengan agama, diperlukan
usaha yang cukup keras. Salah satunya kita harus memiliki rasa nasionalisme
yang tinggi. Selain itu, kita juga harus mempunyai kemauan yang keras guna
mewujudkan negara Indonesia yang aman, makmur dan nyaman bagi setiap orang yang
berada di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila,
Cet. 9. Jakarta:
Pancoran Tujuh.
Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah
Pancasila dengan Kelangsungan Agama, Cet. 8. Jakarta: Pantjoran Tujuh.
Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta
Sumber Lain :
http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/filsafat/index.htm
http:// www.google.co.id
http:// www.teoma.com
http:// www.kumpulblogger.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar